Saya Menulis di Instagram karena Saya Tidak Lahir di Jaman Prasasti


Untuk Penulis Blog Galau yang kini pindah ke Wordpress, nampaknya kamu harus belajar arti menikmati, hingga nanti kita akan sampai pada satu pemahaman. Semuanya akan selalu nampak biasa - biasa saja, yang hebat juga yang buruk hanyalah tafsiran manusia saja.
Adalah teman SMP ku yang malam ini mengirim link tulisanya lewat Whatshapp. Tulisanya biasanya seputar patah hati dan selebihnya tentang laki - laki yang menunggu wanita lain putus dari pacarnya, meski saat putus ia masih harus menunggu si wanita move on. Menyembuhkan luka adalah keahlianya, sekedar terimakasih adalah jawaban yang biasa ia terima, iya cuma terimakasih bukan saling kasih wqwqwq apasih ini anjir
Tidak seperti biasanya, kali ini tulisanya lain. Ia mungkin mulai resah dengan Instagram, Kecenderungan orang pamer, nyinyir dll, silahkan kunjungi saja disini https://bayuabimulyantara.wordpress.com/2018/05/13/pesan-2/ dan nampaknya saya kurang setuju dengan argumenya.
Pertama ia merasa membuang waktu dalam menulis caption dan cenderung orang update untuk ajang pamer. Okeh langsung saja, sepertinya ada yang salah dengan kalimat “membuang waktu”. apakah kita pernah membuang waktu ? kita buang kemana itu waktu. Apakah orang yang melamun 1 jam setiap hari bisa kita kategorikan dengan membuang waktu ? di bagian mana waktu yang ia buang ? bukankah ia justru “menggunakan waktunya” untuk melamun, ya kan ? apapun itu kita pasti menggunakan waktu, kita tidak pernah membuang waktu, bahkan untuk melamun, membuat caption, atau bahkan mengetik “aamiin” di komentar agar masuk surga wqwqwq dan waktu yang kita gunakan pasti membuahkan hasil, contoh saja melamun yang kita anggap tidak berguna, tapi ada loh orang yang melamun untuk menenangkan dirinya, untuk mencari hal - hal yang tidak bisa ia dapatkan dari proses berfikir, yang lalu ia gunakan untuk kepentingan dirinya.
Lalu Pamer saya rasa itu adalah tentang tafsiran manusia, tiap orang akan menangkapnya berbeda - beda, bahkan kalaupun kita melempar manggis, orang lain bisa malah menangkap linggis dan kita malah menuai janda waduw sungguh rumit. Untuk di dunia nyata pun bisa seperti itu, apalagi dunia maya yang mana kita hanya membagikan tulisan dan gambar tanpa ada penekanan kata sehingga kita tidak tau dia bercanda atau tidak dll.
Dan saya menulis caption dan menggunggah foto/video adalah untuk diri saya sendiri, mungkin suatu saat nanti saya akan tua dan ingin mengingat masa muda saya, maka cara terbaik salah satunya adalah dengan melihat unggahan sosial media kita, ia akan menceritakan bagaimana kita berkembang, dari alay, sok politik, sok puitis sampai sok bosok wqwqwq berhubung saya lahir di generasi Z yang mana platform Instagram lagi booming. Maka saya menulis disana, jikalau saya dilahirkan pada jaman Majapahit, maka bisa dipastikan rumah saya akan penuh dengan prasasti. Oh ya menurutmu eksistensi dan pamer sama tidak ?
Selanjutnya menghabiskan waktu untuk mengecek postingan,
“apa doi sudah me-love postinganku yapp, duh deg - degan wqwqwq” 
bagiku ini adalah bentuk romantisme jatuh cinta, semua hal serasa nikmat dan deg - deg ser, bahkan untuk hal sepele, seperti doi me love postingan kita gitu. Lagi - lagi karena kita ini hidup di jaman Instagram, coba kita hidup di jaman 90an, dilan ngasih hadiah TTS ke milea aja klepek - klepek, karna milea suka dilan, coba kalo gak suka pasti biasa saja. Nah kamu kenapa merasa membuang waktu karna ini ?
Kedua sesuatu yang kita upload akan menimbulkan prasangka. Ini juga ya tentang tafsiran, baca yang atas aja deh males ngetik ulang sama ngasih contoh lagi wqwqwq
Ketiga menjadi manusia normal dengan tidak nyinyir. Manusia normal seperti apa bayanganmu ? bukankah kita ini makhluk sosial yang harus terus saling berhubungan, ngobrol dll yang mana itu pasti ada saja gesekan ada saja yang nyinyir. Nyinyir itu penting loh, bangsa kita ini bisa merdeka dari penjajah karena nyinyir, pasti ada tuh sekumpulan penggosip yang hidup di jaman Belanda yang abis kerja rodi trus mereka kongkow - kongkow
“ ih gila boo, aku kerja seharian cuma dikasih upah 100 rupiah doang” 
“ lu mending cyiin aku dijadikan pembantu tanpa dibayar, apalagi anaknya pembantu tuh loh cyin nakalnya, ini badan lebam - lebam semua di tabokin” Kata Teman di sebelahnya
“Bangsattt kita ini penghuni asli sini, kita gak bisa diginiin, ayok kita serang aja mereka” Ucap temanya yang satunya
“ayok cuk” serentak semuanya menjawab
hahahaha itu sepenggal kisah awal perjuangan bangsa
Gitu sih men kalo menurutmu. Oh ya, kamu masih utang pendakian Rinjani, lewat Torean ya bro!

Salam hangat,

Chelsea Venda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika yang Luntur atau Dosen yang Baperan ?

Menemui Mimpimu di Jakarta